Sabtu, 20 Oktober 2012


A.       Sejarah
Sindrom Kleine-Levin (Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS) adalah penyakit syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa mengontrol rasa kantuknya. Penderita bisa tertidur selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa berbulan-bulan, tergantung pada berapa lama penyakit itu muncul dan kambuh. Kleine-Levin sindrom ini pertama kali diberi nama dan dilaporkan secara ilmiah oleh Willi Kleine dan Max Levin pada tahun 1925.  Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh dokter Prancis Pierre Edmé Chauvot de Beauchèmoda  pada tahun 1786.
Penderita bisa bangun hanya untuk makan atau pergi ke kamar mandi. Penderita bisa dibangunkan oleh orang lain, tetapi penderita selalu mengeluh merasa capek dan letih. Ketika penderita bangun penderita bertingkah seperti anak kecil karena sebagian memorinya ingatannya terhapus pada saat penderita tertidur, banyaknya ingatan yang terhapus tergantung dari seberapa lama penderita tidur. Dan penderita sensitif terhadap suara dan cahaya ketika bangun. Penyakit ini kambuh tanpa peringatan. Sebagian penelitian di Amerika Serikat mempercayai penyebab penyakit KLS adalah mutasi gen atau DNA yang dibawa oleh orang tua penderita. Tetapi penyebab pasti KLS masih belum diketahui.

Sementara beberapa peneliti berspekulasi bahwa mungkin ada kecenderungan turunan atau  gangguan autoimun .  Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa mungkin ada kaitannya dengan defisiensi dopamin karena adanya  kepadatan transporter di bawah striatum susunan saraf pusat di otak.

Penelitian yang telah dilakukan pada  108 penderita KLS didapatkan lebih sering pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1. Rata-rata usia penderita adalah 15,7 tahun, dengan 81,7% mengalami episode pertama mereka antara 10 dan 20 tahun. Usia berkisar antara 6 sampai 59 tahun ketika pasien mengalami episode pertama mereka. Penderita perempuan cenderung menjadi sedikit lebih tua dari laki-laki saat onset pertama, meskipun mereka cenderung mengalami pubertas lebih awal. Faktor ras ternyata berpengaruh, KLS lebih sering tigal frekuensinya pada ras Kaukasia, dan  enam kali lebih sering pada ras Yahudi.
B.      Gejala
Gejala yang dialami  penderita saat itu banyak diam dan terus-menerus mengeluh kepalanya terasa aneh dan merasa tak enak badan.  Setelah itu penderita terus tertidur, menolak meninggalkan tempat tidur selama 25 hari. Setiap hari hampir tak makan dan minum, tertidur 23 jam sehari. Waktu satu jam bangun hanya digunakan untuk makan dan minum sebentar kemudian tidur lagi. Penderita mengalami hipersensitif rangsangan sensoris atau peka terhadap  suara bising dan cahaya. Wajahnya bagai kaca, tanpa ekspresi, kaku dan mudah marah. Dia banyak bicara, ekspresif, emosional.
Pada suatu ketika penderita tersebut mengalami kekambuhan lagi kembali tertidur lama. Ia hanya bangun beberapa jam sehari dan merasa ketakutan tiap kali bangun. Tingkahnya seperti anak berusia 4 tahun, memeluk boneka Teddy-nya, menghisap jari, dan menangis, mengira ia bakal mati.  Episode tidur panjang terus berulang. Dan meski berhasil masuk universitas, prestasi akademiknya di bawah harapan. Dalam episode tidur panjangnya, penderita terjebak dalam horor kadang disertai mimpi menakutkan. Kadang juga, terjadi segala sesuatu nampak membingungkan. Otaknya tidak dapat memproses informasi. Ketika tidur, mimpinya terasa nyata. Sebaliknya, ketika terjaga ia merasa berhalusinasi dan tidak terasa nyata.
C.      Ciri - Ciri
Penderita sering mengalami tersinggung, lesu, dan apatis. Penderita KLS pasien sering mengalami rasa kebingungan dan mengalami halusinasi. Gejala siklus, dapat dialami dalam hitungan minggu bahkan sampai ke bulan  diselingi oleh gejala-bebas dalam hitungan minggu atau bulan bahkan sampai tahun.  Hipersomnia adalah gejala utama dari KLS, dan hadir dalam semua mata pelajaran.  Selama episode KLS, penderita sering menghabiskan 18 jam untuk tidur dalam. Gejala lain adalah perubahan mental saat terjadinya serangan.  Penderita sulit untuk bangun dari tidur, dan mudah marah atau agresif ketika dicegah untuk tidur. Penderita juga sering menunjukkan penurunan kogniti fdan dapat menunjukkan kebingungan, amnesia, halusinasi , delusi , atau mengalami keadaan seperti mimpi.
Sekitar 75% dari pasien mengalami KLS perubahan dalam perilaku makan selama serangan timbul, dengan mayoritas ini menunjukkan megaphagiaatau banyak makan.  Laporan menggambarkan pasien yang akan makan apapun yang ditempatkan di depannya tanpa memilih disantapnya, sehingga cenderung mengkonsumsi makanan berlebihan.  Hampir setengah dari pasien KLS juga mengalami semacam perilaku hiperseksual saat serangan, gangguan bergaulan  masturbasi. Perilaku hiperseksual lebih umum terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Diagnosis KLS sangat sulit karena tidak ada gejala yang khas untuk memastikannya. KLS adalah bukan merupakan diagnosis eksklusi, di mana seorang dokter harus terlebih dahulu menghilangkan daftar panjang kondisi lain yang gejalanya hampir sama. Karena hipersomnia adalah gejala utama, banyak pasien yang awalnya dirawat karena gangguan tidur. Penderita KLS pada awalnya dievaluai masalah metabolik termasuk diabetes dan hipotiroidisme . Beberapa gangguan lain juga mirip gejala KLS,  dengan melakukan MRI untuk melihat adanya kelainan lesi otak, tumor, atau peradangan. Penyakit Multiple sclerosis juga memiliki gangguan neurologis yang dapat mirip dengan gejala untuk KLS.
Penderita KLS sering keliru didiagnosis dengan gangguan kejiwaan. Periode mengantuk, hyperphagia , dan penarikan diri dari lingkungan mirip gangguan depresi berat. Beberapa penderita mengalami periode singkat energi tinggi setelah episode ini yang terlihat seperti episode manik , sehingga beberapa pasien yang tidak benar didiagnosis dengan gangguan bipolar .  Terdapat sejumlah gejala atau gangguan  persepsi yang mirip gangguan kejiwaan primer. Gangguan Narkolepsi dan sindrom Klüver-Bucy juga dapat mengalami gejala yang serupa.  Sebelum diagnosis akhir dapat dibuat, semua kemungkinan lain harus cermat untuk disingkirkan.
Penyakit itu tak bisa disembuhkan, namun ada sejumlah terapi yang bisa meningkatkan kualitas hidup penderita. Tidak ada pengobatan definitif untuk Kleine-Levin syndrome. Terapi obat-obatan timulan , seperti amfetamin , methylphenidate , dan modafinil , diberikan secara oral, dapat digunakan untuk mengobati kantuk, tapi sayangnya tidak memperbaiki kognisi atau keadaan perubahan mental.  Ada beberapa kesamaan antara Kleine-Levin syndrome dan gangguan bipolar, sehingga pemberian lithium dan karbamazepin dilaporkan bermanfaat dalam beberapa kasus dalam pencegahan. Gangguan ini harus dibedakan dari siklus terjadinya gangguan tidur selama periode pramenstruasi pada anak perempuan remaja yang dapat dikontrol dengan kontrasepsi hormonal.
D.      Penyebab
Para ahli belum dapat mengungkap penyebab kelainan ini, meski penyakit ini diduga berkaitan dengan gangguan fungsi hipotalamus, bagian otak yang mengatur selera makan dan tidur. Kelainan ini lebih banyak dialami pria ketimbang wanita dan biasanya dapat hilang ketika menginjak dewasa. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa mungkin ada kecenderungan kemunculan penyakit ini adalah akibat faktor turun-temurun, yang lain percaya bahwa kondisi ini adalah hasil dari gangguan autoimun. Hipersomnia adalah gejala awal dimana kasus syndrome KLS ini mulai muncul.
E.       Pengobatan
Belum ada pengobatan definitif untuk penyakit ini , tetapi ada dokter yang memberikan obat stimulan pada pasien agar tetap terjaga.Louisa juga pernah diberikan pengobatan seperti itu, tetapi tidak pernah berhasil. Menurut dokter, Penyakit Putri Tidur itu sering menyerang remaja, terutama berusia antara 8 hingga 12 tahun. Namun, sindrom itu bisa hilang dengan sendirinya.
Tim dokter sejauh tidak tahu persis apa penyebabnya dan bagaimana menyembuhkan penderita Penyakit Putri Tidur. Kini, Louisa hanya bisa berharap bahwa sindrom itu bisa segera hilang dengan sendirinya.